Subhanallah, lamanya gak nulisin blog. Padahal setiap kali cari bahan atau kirim-kiriman bahan tugas kuliah selalu ngenet, tapi pasti males buat ngeklik "new entry" di dasbor blog. Maklum, blok ini bikin study oriented banget. Tiap minggu ada 2 persentasi, terus dosennya pasti nanya-nanya, tunjuk sana-sini buat ngejawab pertanyaan. Jadi kudu ekstra belajar nyiapin diri kali aja kena jackpot disuruh ngejelasin jawaban pertanyaan. Walaupun sebenarnya gak terlalu belajar juga, lebih banyak tidurnya ketimbang begadangnya. (Sendiri di kos yang sepi itu bikin ngantuk!)
Well, kali ini pengen nulis sesuatu yang sebenarnya gak sesuatu banget. hha. Tadi aku ngisi KII ade-ade kedokteran gigi 2011, berhubung dapat amanah buat gantiin pementor mereka. Sebenarnya aku belum sepenuhnya berpengalaman menjadi pementor, hanya 4 kali di semester sebelumnya, dan itupun masih banyak kekurangan sana-sini.
Dan memang benar kata-kata para murabbiku dulu, ketika kita menyampaikan sesuatu maka kita seakan-akan ikut mengingatkan diri kita sendiri mengenai hal tersebut. Persis dan tepat sekali. Menyampaikan sekaligus mengingatkan diri sendiri. Luar biasaaaa.
Tadi kami cuma diskusi tentang ujian, kebetulan ade-adenya lagi minggu ujian. Dan satu kata yang tercetuskan dari mulut mereka adalah GALAU. ahahaha. Galau ujian. Untung aja bukan galau cinta-cintaan ya, bisa berabe tuh urusannya.
Kenapa bisa galau? Terkadang kita merasa ragu dengan apa yang telah dijalani, dan hasil akhir yang baik selalu membayangi dalam proses yang telah dijalani. Maksudnya gini, setiap orang pasti selalu menginginkan hasil akhir yang maksimal, hasil akhir yang luar biasa. Tapi kebanyakan mereka tidak mengiringi keinginan tersebut dengan proses yang indah. Mereka hanya ingin hasil yang baik, tanpa mau menghargai proses yang telah mereka jalani. Padahal bukan hasil yang penting untuk didapat, tapi proses pembelajaran itu yang penting, karena di sana terselip ikhtiar kita kepada Allah swt yang tergantung dari niat awalnya juga. Proses lah yang mengantarkan kita pada hasil dan dalam perjalanan proses tersebut kita kudu menjaga sesuaii dengan niat awal kita, agar tidak melenceng dan tetap semangat. Kalau kita dari awal sudah gak menghargai proses, ya pasti ujung-ujungnya jadi galau sendiri. Ahhh, aku belum paham bagian yang ini, ahhh aku belum hapal slide yang itu, ahhh aku lupa nyatat penjelasan dokter ini, dan bla bla bla. Dan kegalauan itu sedikit banyak akan mempengaruhi pemikiran kita untuk melakukan hal yang semata-mata ingin mengharapkan hasil yang wah! Misalnya nih, ngerpe, nyontek, atau duduk dekat teman yang pintar biar bisa dilirik. Nah lo, kegalauan bisa bikin galap.
Hal lain yang kudu diperhatikan adalah keseimbangan. Allah swt menciptakan dunia dan seisinya dengan keseimbangan, gak ada yang timpang. Semua harus seimbang. Sama seperti diri kita, ada 3 unsur yang perlu diseimbangkan, jasad, akal, dan rohani. Kalau jasad sama akal kayaknya udah seimbang ya. Kuliah dari pagi sampai sore merupakan asupan buat akal. Tidur dari malam sampai jam 4 pagi bikin jasad jadi seger. Nah lo, kalo rohani gimana? Shalat 5 waktu? okelah. Mengaji? okelah. Tapi kalo kita jumlahkan waktunya, pasti bagian rohani ini paling sedikit dapat jatah, padahal harus seimbang antara ketiga unsur tersebut. Jadi??? Bisa jadi ketidakseimbangan itu merupakan etiologi dari kegalauan yang ada. Defisit dalam hal upgrade keimanan. Padahal dalam proses dan pencapaian hasil akhir, ada faktor X yang bermain. Jangan salahkan jika kita sudah belajar mati-matian, nyicil dari awal buat ujian, dan gak tahunya hasilnya jauh dari yang diharap, ada faktor X yang bermain, woy. Keasyikan belajar, sampai lupa ibadah, lupa doa, menduakan amalan-amalan, fokus sama ilmu duniawi saja, ya gimana Allah swt mau bantu coba?
Ada pepatah Arab yang isinya, "Jika kamu ingin kebahagian dunia maka dengan ilmu, jika kamu ingin kebahagiaan akhirat maka dengan ilmu, jika kamu ingin kebahagian di keduanya (dunia dan akhirat) maka dengan ilmu." Yap, ilmu di sini maksudnya adalah ilmu dunia dan ilmu akhirat. So, di samping nimba ilmu dunia, kita kudu wajib harus dan perlu nimba ilmu agama juga. Biar apa? seimbangggg, jadi gak ada tuh istilah galau. Karena kita yakin, Allah selalu bersama kita, meeeen. Innallaha ma'ana. Walaupun itu gak mudah, tapi banyak hal kok yang bisa dilakukan untuk menyeimbangkan hal tersebut. Bisa baca-baca buku islami, tadabbur Qur'an,dengerin ceramah, muhasabbah, dll (ini jawaban ade-ade KII tadi loh. luar biasa). Intinya segala macam bentuk tarbiyah dzatiyah (pembelajaran diri sendiri), disokong oleh tarbiyah majelis gitu, kayak KII, lyqa, dan majelis-majelis lainnya. Biar bisa diskusi dan sama-sama mengupgrade ilmu akhirati, plus bisa saling mengingatkan. Jangan sampai jadi Islam KTP, atau Islam keturunan doang. Na'udzubillah. Ntar kan bakal jadi istri, bakal jadi ibu, kalo ilmu agama kita gak diupgrade, bisa jadi bingung ntar. hhehe.
So, intinya kalau galau, lihat lagi ke belakang, apakah sudah menghargai proses? Apakah dalam step-step proses tersebut masih sesuai dengan niat awal kita? Eits, dilihat juga apakah niat awalnya sudah benar? Kemudian sudah seimbangkah hidup kita? Apakah kita masih ingat Allah? Apakah kita masih meluangkan waktu untuk mempelajari ilmu akhirati? dst.
Yap, kalau udah galau, curhat aja sama Allah swt. Trus muhasabbah diri, dan kembali bersemangat untuk menggapai hasil akhir. InsyaAllah, kemudahan itu pasti datang. Karena Allah swt sendiri telah berfirman bahwa di setiap satu kesulitan ada dua kemudahan. Dan jika memang hasil akhir yang kita peroleh tidak sesuai dengan yang kita harapkan, maka yakinlah itu merupakan salah satu bentuk teguran Allah swt, atau memang Allah swt ingin menggantinya dengan sesuatu yang lebih indah lagi, yang memang terbaik untuk kita, di waktu yang tepat. Yaaaa, intinya YAKIN AJA SAMA ALLAH SWT, kaga usah galau. Gitu kan ye? Iringi juga dengan hal-hal di atas. Masa kita cuman bisa minta terus sama Allah swt tanpa mau melalukan hal-hal yang bisa bikin Allah swt senang? Untung aja Allah swt itu Maha Baik, hhehe.
Hmm, jadi menohok diri sendiri juga. Alhamdulillah, jadi teringatkan. Ternyata menyampaikan sesuatu itu bisa menjadi reminder buat diri kita sendiri. Maka, sampaikan lah walau hanya satu ayat. ;)
Wallahua'lam bishawab.
-Nisrina Naflah-