Menyibak lembaran-lembaran kehidupan yang telah lewat, seolah membawaku masuk ke dalam suatu ruang. Kosong, sepi, hampa. Tampak seseorang duduk menekuk di sudut ruangan, kakinya terlipat dengan tangan yang memeluk erat, bergetar! Bajunya basah! Nyata sekali tampaknya dia baru saja berdiri di bawah hujan. Bias ketakutan, kesendirian, namun penuh harapan, terlukis nyata di garis wajahnya. Bibirnya gemetar seolah menahan teriakan yang sudah lama ditahannya. Kutatap wajah itu, familiar! Matanya yang sinis mulai sayu ketika langkahku semakin mendekatinya. Hey! Pakaian ungu usang yang dikenakannya, rok hitam panjang dengan jilbab yang senada, dan benda yang digenggamnya dengan erat. Aku sadar sekarang! Aku mengenalinya! Dia mulai merintih, irama kata-kata yang keluar dari mulutnya persis nyanyian sedih, sembilu, menahan airmata.
"Aku ingin luruh bersama hujan! Dengan demikian aku bisa menguap ke angkasa, dan bertemu matahari!" katanya terisak.
Kuraih tangannya. "Ayo ikut denganku, kita akan bertemu matahari tanpa harus menunggu hujan, tanpa harus berdiri di bawah hujan, tanpa harus luruh bersama hujan." bujukku.
Dia tersenyum penuh harap, tapi sedetik kemudian senyum itu memudar. Desah panjang terdengar berat dari bibirnya, lantas dia tertawa.
"Hahahahahaha... Apa kamu yakin? Kurasa aku akan bertemu dengan bulan nantinya. Apa kamu gak tahu? Aku ini gak ada harganya dibandingkan dengan bulan. Dan itu membuatku lebih memilih untuk diam, berdiri di bawah hujan. Karena hujan lah yang membawaku bertemu matahari. Biarkan aku di sini, tertinggal di lembar ini. Karena di sini, aku merasa lebih dekat dengan matahari."
"Pergilah, lewati lembar berikutnya." perintahnya lembut.
Aku terdiam dan mulai sadar. Aku sedang berjalan kembali ke belakang, dan orang itu? Cih, itu adalah aku, dengan jiwaku yang masih tertinggal di lembaran ini. Terlalu lama untuk bertahan pada angan, palsu... Dan benda itu? Ah, biar menjadi saksi bisu betapa aku menantikan hujan yang 'indah' di lembaran berikutnya.
"Oke, aku akan pergi. Melewati tikungan itu, menuju lembaran berikutnya. Tetaplah di sini" sahutku padanya.
25 Syawal 1431 H
_anomali_
0 comments:
Posting Komentar
Mohon komentarnya...