26 Februari 2016

Bukan Tanggung Jawab, tapi Kebahagiaan

Alhamdulillaah alhamdulillaah alhamdulillaah,
Hey, terlalu banyak nikmat Allah yang patut disyukuri, di balik dari keluh kesah yang aduhai gak penting banget dikeluhin (curcol, akhir2 ini sering banget ngeluh sama jerawat yang betah banget di muka, gak ilang2, bikin badmood, dan sebel, hhaha)

Menjelang 2 kejadian "langka" yang bakalan kuhadapi besok (ini lebih tepatnya bikin gugup setengah hidup) dan hari Senin nanti (Senin mau ujian osce nasional, doain doain doain), aku mau nyempatin nulis tentang perbincanganku tadi pagi sama salah satu temen unik bergolongan darah AB yang geniusnya keterlaluan (baca: Hendy).

Semua berawal dari perbincangan tentang materi pelajaran yang kami diskusikan bersama. Sampai akhirnya, tiba2 dia kambuh (hhaha) dan mengomentari penampilan temen kami yang modis, "Coba lihat Rin, dokter spesialis THT banget stylenya." Aku spontan ngangguk2 bilang iya, terus ketawa. Trus aku nanya, "Lha, kalo aku mirip spesialis apa Hend?" Dia spontan nyebut salah satu nama dokter spesialis Penyakit Dalam yang stylenya super sederhana dan simpel. Aku langsung ngakak, trus nyeletuk "Yaelah, aku gak sering2 banget juga pake kerudung langsungan kayak beliau, itu kalo kepepet aja gak sempat kerudungan."

Ya, kami sedang membicarakan seorang dokter spesialis, perempuan, yang punya penampilan amat sederhana, tanpa dandan berlebihan, seadanya, dengan gerakan yang cepat dan gesit, selalu mengantar anak2nya sekolah, dan kemungkinan besar selalu menyempatkan masak di rumah buat keluarganya. "Itu baru wanita hebat!" kata Hendy. Glekkk.

"Sebenarnya hidup itu pilihan, Rin. Kamu mau jadi spesialis, bahkan sampai profesor pun, semua itu pilihan. Sejauh mana km mau berusaha untuk mewujudkannya dan mengorbankan apa yang ada."

"Iya, setuju. Karena nanti, kita bukan hanya mempertimbangkan perwujudan mimpi2 kita hanya dengan pikiran tentang hidup kita, tapi dengan segala amanah yang bakalan ada nanti, sebagai tanggungjawab tambahan. Tanggungjawab sebagai istri, sebagai ibu, dll."

"Gak, Rin. Aku gak setuju kalo itu disebut dengan tanggung jawab. Aku lebih suka menyebutnya sebagai KEBAHAGIAAN. Karena menjadi suami atau ayah, itu adalah kebahagiaan."

Jlebbb. Krik krik krik. Dumdumdum. Tiba2 tsunami, gempa, gunung meletus. Yaa Rabb!!! Si genius lagi ngomong berat cuuuuy, berat banget tapi sekaligus benerrrr banget, ngenaaaaa, nancep, dalem, passs kena di hati, hhaha.

"Yaa ampuuun, bener juga ya. Daripada menganggap itu tanggung jawab dan membebani, lebih baik dianggap sebagai kebahagian, biar semakin ikhlas menjalaninya. Yap, menjadi istri dan ibu itu adalah kebahagiaan, yang sayang banget buat dikorbankan untuk kebahagiaan lain yang entah sejati atau tidak. Kumat lagi lah km Hend, omongan beraaat, hhaha."

Yap, lagi2 hari ini dapat pelajaran baru. Tentang kehidupan nanti, bahwa tanggung jawab baru dan amanah super dari Allah itu bisa kita jadikan sebagai kebahagiaan, yang bisa bikin kita ikhlas dan lapang menjalaninya. Sekalipun harus mengorbankan mimpi2 atas ego yang tinggi. Mengorbankan harapan atas pencapaian dan penghargaan di mata manusia lain. Kebahagiaan hakiki, mengemban amanah mulia dari-Nya.

Yap. Tantangan ke depan gak main2 cuy. You must be stronger and maturer than before.
Semoga segera dipertemukan dan disatukan sama jodoh yang ditetapkan Allah, yang terbaik, dengan cara yang terbaik, di waktu yang terbaik. Aamiin yaa Rabb.

-Nisrina Naflah-

0 comments:

Posting Komentar

Mohon komentarnya...