Bismillaahirrahmaanirrahiim. ALhamdulillah, alhamdulillah untuk setiap helaan nafas, setiap kekuatan langkah, setiap percikan semangat. Alhamdulillah atas segala nikmat-Nya.
Apa kata dunia ketika anak remaja cewek mulai menunjukkan ke'ibu-rumahtangga-annya? Ternyata ke-ababil-an itu membawa mereka ke dalam sebuah masalah sepele namun mendilemakan. Hhaha, opo seeeh rek?
Yap, hal itu aku alami ketika di Malang kemaren. Usai mengikuti rangkaian kegiatan IMO, aku menunda kepulanganku 2 hari dengan rencana pengen keliling-keliling Malang dulu. Yap, akhirnya aku ama Epie 'tanpa rasa malu dan sungkan' nebeng tidur+makan+mandi di rumah budeknya Vina. Ngerepotin banget yak?
Yah, tapi mungkin itu memang sudah rezeki aku ama Epie. Sudah dapat tempat nginap gratis, makan gratis, ditraktir dimana-mana pula. Alhamdulillaah, ckck.
Salah satu tempat yang kami kunjungi adalah kawasan agrowisata Kusuma. Sebenarnya aku pengen banget ke Selecta, udah 15 tahun nggak ke sana, pasti berubah banget yak. Tapi, yang namanya numpang, ya harus kalem ngikut kemana arus membawa. Kan keterlaluan banget kalau aku ngatur-ngatur ke sana kemari, lain halnya kalo aku jalan-jalan sendiri, ya terserahlah mau kemana, tapi resikonya nyasar sih, hhaha.
Nah, di situlah ke-ababil-an aku dan Epie mulai tercuat. Pas mampir di agro bunga, kami langsung dapat serangan ababil membabi buta. Di samping beli bibit-bibit bunga (ketiganya beli, tapi kayaknya aku deh yang paling banyak beli --'), aku dan Epie juga beli kaktus lucu yang bentuknya unik (succulent) dan semacam bonsai-bonsaian gitu. Iya sih, sebelumnya kami sempat ragu gimana ngebawanya ntar pas pulang ke Banjarmasin, masa ditenteng2 gitu. Tapi dengan bijak dan wajah meyakinkan, mas-mas penjual bunga menenangkan kami dengan cara ngasih kotak terbuka buat naroh pot-pot succulent & bonsai2an yang kami beli. Kami pun menerima dengan polosnya.
Niatnya sih baik, sama-sama pengen ngasih mamah buat pajangan di rumah, kan lucu juga tuh. Tapi ternyata niat baik tanpa pertimbangan matang ujung-ujungnya bakalan susah juga (untuk kasus ini lho ya. Kalo secara umum sih kalo niat baik harus tancap gas langsung, gak usah terlalu lama mikirnya, hhaha~). Terbukti, pas kami mau pulang ke Banjarmasin, di bandara Juanda, kami harus menghadapi dilema akibat tanaman yang kami bawa. Yaa Rabb, kami gak pernah kepikiran sebelumnya kalo dalam penerbangan gak boleh bawa tanaman sembarangan. Yang kami pikirin cuma : "Gimana yak ntar kita ngebawanya? udah ransel berat, ada tas tenteng, trus nenteng plastik tanaman ini lagi?" Itu aja, gak ada kepikiran kalo di tempat pengecekan barang, tanaman2 itu bakal dipertanyakan statusnya! ckck.
Aku & Epie : *naroh barang, termasuk kresek isi
succulent & bonsai2an *
Petugas : "Maaf Mba, tanaman ini punya mba?"
aku mulai firasat buruk.
Aku : "Iya, Pak.Kenapa ya?"
Petugas : "Sesuai peraturan, mba nggak boleh membawa tanaman sembarangan di penerbangan. Ini harus diurus surat karantinanya dulu mba."
aku & Epie mulai pasang muka pucat. *Bapak kira tanaman kami masuk AFI, pake dikarantina segala*
Epie : "Oh, gitu ya Pak? Harus diurus?"
Petugas : "Iya, silakan urus di bla bla bla."
aku mulai tercengang dengan omongan si petugas, udah syok, petugasnya ngomong cepet banget lagi. Dikira kami penguasa negeri Juanda? Tahu seluk beluk Juanda? Hadeh Bapak..Bapak..
Aku : "Maaf, Pak. Bisa diulang tadi dimana tempatnya?"
Petugas : "Mba nanti masuk, naik, terus belok, trus turun lagi, bla bla bla..."
aku dan Epie cuma mengiyakan sok-sokan ngerti, padahal dalam hati *Tenang, Pie. Ntar nyampe atas kita tanya lagi sama petugas yang ada di atas, hhaha*
Petugas : "Ini juga gak bisa kalo di taroh di kotak dikresekin dalam keadaan terbuka gini. Harus dipacking bener-bener kayak punya bapak itu." *nunjuk kardus penuh dengan lakban punya kakek-kakek*
Aku ngeliat muka kakek-kakek itu juga lesu+syok kayak muka kami, sama-sama disuruh ngurus surat karantina!
Sebenarnya gak masalah sih ngurus suratnya, tapi pesawat kami boarding dalam hitungan 1 jam dari saat-saat itu. Kami pun memilih untuk shalat Dzuhur dulu di dekat waiting room. Berhubung kami gantian shalatnya, karena mesti jagain barang, jadi makan waktu yang lumayan lama, 30 menit. Dan itu artinya waktu yang tersisa untuk mengurus tanaman2 yang malang itu sisa 20 menit lah (dipotong ini-itu). Akhirnya kami sempat-sempatin nanya ke petugas lain tempat ngurus surat karantina dimana, eh gak tahunya dapat berita yang lebih bikin syok.
1. Tempatnya di luar, itu artinya kami harus bolak-balik.
2. Harus dipacking dan kami harus nyari kotak+lakban sendiri.
3. Dan yang paling mengejutkan ialah, "Tanahnya harus dibuang dulu"
WHAT? Jadi kami harus 'berkebun' gitu di bandara Juanda? Langsung lirik Epie, melancarkan telepati *Pie, pulang aja nyok.Biarin mereka tinggal di sini. Mungkin memang takdir mereka gak ikut ke Banjarmasin. Mungkin mereka masih cinta kampung halaman*, trus Epie ngangguk2 seakan2 bisa baca pikiranku.
Dan akhirnya, emang takdirnya 4 tanaman itu tetap tinggal di Jawa Timur. Nggak tahu tuh nasibnya gimana, apa dibawa petugas, atau dijadikan tanaman hias di bandara Juanda, atau malah nasibnya lebih sial, dibuang gitu aja? Entahlah, yang jelas niat baik kami untuk ngasih mamah oleh2 tanaman jadi gagal, untung aja ada oleh2 lain. Hhaha.
Sebelum pergi, kami balik lagi ke tempat dimana tanaman kami disita. Di situ terlihat kresek kami masih tergulai lemah tak berdaya di atas kardus tanaman kakek-kakek yang juga disuruh ngurus surat karantina. Entahlah, apa kakek itu jadi ngurus suratnya atau berpikiran yang sama dengan kami. Yang jelas, semenjak kejadian itu sampai kami tiba di bandara Syamsuddin Noor, kami selalu ketawa-ketiwi gak jelas ingat kejadian itu. Betapa ababilnya kami yang beli tanaman kayak ibu rumah tangga yang hobi ngerawat bunga. Betapa polosnya kami yang gak mikir kalo ternyata gak boleh bawa tanaman ke pesawat. Betapa gigihnya kami yang mau ngurus surat karantina. Dan betapa kekinya kami pas tahu kalo kami harus 'berkebun' di bandara kalo kami mau bawa tu tanaman ke pesawat.
Yeah, pengalaman yang unik. Yang lucu, hanya bagi kami berdua. hhaha. Yang penting ketawa dan hepi, karena hidup ini terlalu indah untuk dibuat suram. hhaha.
(Ini saat-saat terakhir kami berpisah sama tanaman-tanaman itu, di dalam kresek merah. Di bawahnya masih ada kotak punya kakek-kakek yang juga kena sita. Nggak tau deh nasibnya gimana, separuh jiwa kami tertinggal di Juanda :p hhaha)
(Nah ini bonsai2an yang kami beli...)
(Yang ini jenis succulent yang kami beli)
(Eh, aku baru tau loh succulent bisa dijadiin buket, cantik yaaa...)
_Nisrina Naflah-