26 September 2015

:)

Persinggungan, setelah sekian lama!

Makasih yaa Allah.

I'm happy today!

:))

:))

:))

Diam. Itu. Indah.

24 September 2015

Idul Adha 1436H

اللَّهُ أَكْبَرُ،اللَّهُ أَكْبَرُ,اللَّهُ أَكْبَرُ ۞ لاَ إِلَهَ إَلاَّ اللهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، ۞ اللَّهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ. ۞ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، ۞ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، ۞ وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

Selamat Hari Raya Idhul Adha 10 Dzulhijjah 1436H~

Sebagai pembuka, aku mau cerita dikit tentang Idul Adha kali ini. Kemaren (H-1 lebaran haji) aku lagi buka2 facebook dan di timeline ada temen, anak Palembang, bikin status tentang ucapan Idul Adha. Dia bilang dia heran kenapa ucapan idul adha gitu2 doang, copas ucapan idul fitri, mohon maaf lahir batin dan seterusnya. Padahal berkali2 udah dengerin ceramah tentang esensi hari raya kurban, makna di balik cerita Nabi Ibrahim as dan anaknya Nabi Ismail as. Kenapa sih harus mohon maaf lahir batin mulu? Gitu kata dia.

Serius, status dia bener2 bikin aku mikir, "ada benernya juga ni anak." Kenapa semua ucapan hanya sekadar ucapan tanpa memahami esensi dari hari raya yang dirayakan. Asal ngucapin aja, hhe. Tapi sebenernya gak ada salahnya juga sih bilang mohon maaf lahir batin, wong kita manusia tempat bermilyaran salah dan khilaf. Baguslah kalo sering2 minta maaf, hhehe.

Okey, status dia jujur aja bikin aku sadar, bikin aku recall kembali memori tentang kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Dan tiba2 aja hati aku berasa kesetrum gitu. MasyaAllah, makna idul adha ini bener2 dalem banget. Gak sekadar momen untuk berkurban sapi/kambing, gak sekadar rezeki dapat bagian daging kurban trus disate atau dirawon, tapi lebih dari itu semua. Hakikat keimanan, ketaatan, cinta, dan pengorbanan yang semata2 untuk Allah. Dan itu semua LOVELY BANGET! Nyentuh sampai hati yang terdalam!

Lagi2 masih di dunia media sosial, aku ngepost ucapan idul adha pake picture cerita tentang Nabi Ibrahim as dan anaknya di path. Kelar update status, biasa lah scroll down baca status2 orang, dan lagi2 berasa kena setrum pas baca postingan salah satu temen aku. Isinya kurang lebih menyampaikan kalo setiap diri kita bisa diibaratkan Nabi Ibrahim as, yang memiliki Nabi Ismail as yang diumpamakan harta, kedudukan, dan kesenangan yang kita miliki. Hey, hakikatnya semua yang kita miliki di dunia ini MILIK ALLAH SWT. Langsung dah, lagu Maha Melihatnya Opick terngiang2 di benak, "Yang dicinta kan pergi, yang didamba kan hilang, hidup kan terus berjalan, meski penuh dengan tangisan." Brrrrrrr. Apalah daya kita sebagai hamba-Nya, ketika Dia ingin mengambil apa yang dimiliki-Nya. Yaa Rabbi, Yaa Rabbi, Yaa Rabbi, I'm yours.

Yihaaa, lanjut cerita idul adha kali ini, aku bersyukur banget bisa lebaran di rumah. Idul Fitri sebelumnya aku gak bisa ngerayain bareng keluarga karena jadwal jaga IGD full 24 jam bertepatan hari raya Idul Fitri, dan itu sedih banget. Hhahha.

Di malam hari raya, persis jam 10 malam teng, gak tau kenapa tiba2 on fire pengen bikin brownies kukus bareng mamah. Sebenarnya mamah udah bikin dua loyang gede kue tradisional paginya sebelum aku datang ke Bjb, tapi kok ya aku pengen juga bikin kue. Alhasil, dibikin lah brownies kukus dari resep mamah. Lumayan lah rasanya, walaupun ada beberapa komponen yg gak ada, kayak keju, trus chocochip, sama strawberry/cherry. Jadilah 2 loyang persegi kue brownies kukus yang flat bgt tanpa dekorasi/pemanis tampilan. Ah, yang penting jadi. Coklat batangan sisa sebagian dilelehin lagi sebagian diparut buat topping gitu. Trus biar ada warna merah2 gitu, pake semangka dipotong kecil biar kayak strawberry gitu lah, ceritanyaaaaa. Hhaha. Entah kenapa tampilannya malah jadi kayak blackforest -_- hhaha.

Daaaan di hari H, kami ke Bjm, nyekar ke makam Abah :)
Sambil silaturahim ke keluarga di Bjm.
Menyenangkan.

Idul Adha kali ini memang ada yang kurang, hari raya kurban ke3 tanpa abah, dan Fajar gak pulang karena masih kuliah di Malang. Tapi biar gimanapun, semoga esensinya nyampe.

Semoga selalu disadarkan bahwa segala yang ada di dunia ini adalah milik-Nya. Hingga bisa menumbuhkan cinta, keikhlasan, keimanan, dan ketaatan yang semakin bertambah pada-Nya.

Alhamdulillaah untuk semuanya. :)

-Nisrina Naflah-

12 September 2015

Jas Koas oh Jas Koas

Jas Koas ini warnanya putih tapi gak serupa sama jas dokter.
Pasien dan keluarganya masih aja sering manggil2 dengan sebutan "suuus, suuus, susteeeer."
Giliran yang cowok pakai jas koas selalu dibilang "doook, doook, dokteeeer."
Hhaha. Lucu kadang.

Ada yang diem aja dipanggil sus.
Bahkan ada yang tetap memberikan senyum manis dengan kata2 yang ramah.
Tapi segelintir koas yang darah tinggian kadang menjawabnya dengan penuh kepedean, "Bu, saya bukan suster. Saya dokter muda."
Ada juga yang sengaja memperlihatkan tulisan "dokter muda", biar kelihatan dan bisa dibaca.
Segelintir lagi malah menjadikan bahan lelucon sama koas temennjaga yang lain, "Suuus, Susiiii, dipanggil tu nah." Sampai2 yang manggil suster tadi jadi salting dan merasa ada yang janggal.
Hhaha. Lucu kadang.

Jadi ingat dulu pas jaga IGD, seharian full gak ada tidur. Jam 4 kurang 15 menit dini hari baru bisa duduk, menelungkupkan kepala di meja, terus mejamin mata. Capek. Ketiduran. Gak berapa lama kemudian, ada yang nepuk bahu, "Suuus, suuus, suuus, suster."
Aku masih setengah sadar, serius malah berasa mimpi, menjawab tepukan bahu itu dengan mata yang masih terpejam, "Ya kenapa bu, saya bukan suster, saya ini dokter muda bu." Terus aku tidur lagi, hhahahaha. Beneran gak sadar. 10 menit kemudian baru aku bangun, dan ngingat2 lagi tadi itu mimpi atau beneran yak? Langsung kudatangin tu keluarga pasien. Pas aku masuk ke ruangannya, semua keluarga sudah berkumpul dengan senyum permohonan maaf.
"Ibu, gimana masnya udah enakan?"
"Iya dok, sudah enakan. Maaf sekali ya dok saya bangunin dokter, salah panggil juga. Maklum dokter, saya gak tahu, bajunya sama semua. Mohon maaf sekali ya dok. Tadi saya mau nanya sudah boleh pulang ndak, soalnya sudah jam 4."

Jlebbbbbbbb. Bukan mimpi ternyata, aku beneran nyahut gitu pas ditepuk bahu tadi. Langsung aja aku minta maaf balik, yaa ampun jadi gak enak.

Kadang malu mengaku sebagai dokter muda, tapi kemampuan jauh dari yang seharusnya dimiliki.
Mengaku sebagai dokter muda, tapi tanggungjawab masih belum sepenuhnya dikerjakan.
Mengaku saya ini dokter muda, tapi etika dan keramahtamahan masih belum sepenuhnya menghiasi diri.
Mengaku dokter muda, tapi masih malas belajar, malas meupgrade diri, demi menolong pasien, membantu, dan mengabdi.
Ah, kadang malu mengaku dokter muda.

Jas koas ini, saksi bisu perjalanan ini.

:)

-Nisrina Naflah-